D u n i a
DUNIA ini : raksasa energi, tanpa awal, tanpa
akhir, sebuah besaran daya yang kukuh, yang tidak membesar atau mengecil, yang
tidak memperluas dirinya sendiri melainkan hanya mengubah dirinya sendiri. Secara
keseluruhan, sebuah ukuran yang tak berubah, sebuah rumah tangga tanpa
pengeluaran atau kerugian, namun juga tanpa peningkatan atau penghasilan. Terlingkupi
oleh ketiadaan sebagai batasnya, bukan sesuatu yang kabur atau sia-sia, bukan
sesuatu yang meluas tanpa batas, namun terletak dalam luas yang tetap sebagai
suatu daya yang tetap, dan bukan ruang yang mungkin kosong di sana sini. Lebih
merupakan suatu daya yang menyeluruh, sebagai permainan daya dan
gelombang-gelombang daya, satu sekaligus banyak, meningkat di sini dan sekaligus
menyusut di sana.
Sebuah lautan daya yang mengalir dan menyerbu bersama-sama, berubah
selamanya, membanjir kembali selamanya, dengan tahun-tahun pengulangan yang
sangat besar, dengan pasang dan surut pada bentuk-bentuknya; berasal dari
bentuk-bentuk yang paling diam, paling kaku, paling dingin menuju yang paling
panas, paling bergelora, paling bertentangan dengan dirinya sendiri, dan
kemudian kembali lagi menuju yang sederhana dari kelimpahan ini, dari permainan
kontradiksi-kontradiksi kembali pada keriangan yang damai selaras, tetap
menegaskan dirinya sendiri dalam keseragaman alur dan tahun-tahunnya,
memberkahi dirinya sendiri sebagai sesuatu yang harus berulang secara abadi,
sebagai suatu menjadi yang tidak mengenal kepuasan, kemuakan, kelelahan.
Inilah, duniaku yang selamanya menghancurkan dirinya sendiri, dunia misteri
dari dua kegembiraan yang menggairahkan, kebaikan dan kejahatan yang aku
cintai, tanpa tujuan, kecuali jika lingkaran kegembiraan itu sendiri adalah
tujuannya. Tanpa kehendak, kecuali lingkaran yang merasakan kehendak baik
terhadap dirinya sendiri. Apa kau menginginkan nama bagi dunia ini?
Membandingkan kerdilnya manusia dengan keluasan alam semesta raya menjadi
pengisi waktu luang intelektual yang murah. Namun perbandingan demikian itu
keliru. Kita tidak bisa membandingkan eksistensi dengan makna; keduanya sama
sekali berbeda. Ciri kehidupan seorang manusia sendiri adalah makna dari
eksistensi-eksistensi luas, dan tanpa kehidupan manusia maka eksistensi itu tak
punya nilai atau signifikansi. Tidak ada patokan umum bagi eksistensi fisik dan
pengalaman sadar karena pengalaman sadar adalah satu-satunya ukuran yang ada
bagi eksistensi fisik. Signifikansi dari ada, kendati bukan eksistensinya,
adalah emosi yang ditimbulkan, pemikiran yang diciptakan.