Sabtu, 30 Juni 2012


D u n i a

DUNIA ini : raksasa energi, tanpa awal, tanpa akhir, sebuah besaran daya yang kukuh, yang tidak membesar atau mengecil, yang tidak memperluas dirinya sendiri melainkan hanya mengubah dirinya sendiri. Secara keseluruhan, sebuah ukuran yang tak berubah, sebuah rumah tangga tanpa pengeluaran atau kerugian, namun juga tanpa peningkatan atau penghasilan. Terlingkupi oleh ketiadaan sebagai batasnya, bukan sesuatu yang kabur atau sia-sia, bukan sesuatu yang meluas tanpa batas, namun terletak dalam luas yang tetap sebagai suatu daya yang tetap, dan bukan ruang yang mungkin kosong di sana sini. Lebih merupakan suatu daya yang menyeluruh, sebagai permainan daya dan gelombang-gelombang daya, satu sekaligus banyak, meningkat di sini dan sekaligus menyusut di sana.

Moralitas (Tentang Selera)


ORANG kerap menyamakan sikap moral yang tercela dengan egoisme, bukan? Egoisme dipahami sebagai sikap menomersatukan kepentingan sendiri. Lawannya ya altruisme, sikap mendahulukan kepentingan orang lain. Dan tak jarang moralitas disamakan dengan altruisme, sedang egoisme dianggap sumber segala dosa. Bagi saya berat sebelah. Sebab jika dipahami dengan tepat, egoisme merupakan debut positif yang menunjang pematangan pribadi.

Pemabuk plus penjudi, bila ia sedang marah pada istri, tak dapat menguasai nafsu seks dan akhirnya kena AIDS, juga jika iri, emosi, sentimen, gelap mata, apakah itu egoisme?

Dan Aku pun Terbang



Akhirnya aku benar-benar bertemu bidadari, perempuan segar yang sungguh cantik, menawan dan gemulai dengan pakaian putih, sopan. Ini adalah pertemuan pertamaku dengan mahluk cantik yang hanya pernah aku tahu dari dongeng masa kecil….

SAAT aku kecil, jika ibu sedang pergi atau sibuk di dapur, nenekku selalu menghadiahi dongeng. Nenek tak punya banyak koleksi dongeng sehingga ia sering mengulang-ulang isi dongengnya. Meski begitu, aku selalu terkesima dan kemudian tertawa menyimaknya, sebelum akhirnya lelap memeluk.
Punk, Dua Rupamu*


MALAM Minggu awal Oktober lalu saya melintasi Lapangan Niti Mandala Renon, Denpasar. Muda-mudi duduk ngobrol di atas jajaran sepeda motor yang jumlahnya ratusan, mengitari lapangan. Tampak bergrup, terlihat dari 2 meter jeda pakir, juga dari seragam dominan hitam mereka. Dari situ saya tahu ada grup bernama Dark Heaven, Son of Hell, Evil Devil, sampai Setan Manis yang isinya perempuan semua. Sebenarnya, event itu ritus anak muda sejak saya duduk di bangku SMP.

Selain seragam hitam plus tulisan ber-font sangar, piercing di lidah, bibir dan alis jadi mode yang mulai bisa diadaptasi mata saya. Maklum, sejak SMA sudah banyak teman saya seperti itu.
Secara: Artimu Lari Kemana?*


ADIK saya kelas 3 SMP kena sindrom anyar. Setiap kalimat yang ia ucapkan selalu diawali dengan kata “secara”. Pernah ia berkata pada saya, “Secara, aku kan temannya dia, Kak.” Pernah lagi, “Secara, aku disuruh cuci piring sendiri?” Dan “Secara, mama nggak ada di rumah nih.” Bingung juga saya dengan maksud adik saya itu.

Kata secara pertama, saya artikan: karena. Kedua: apa? Atau: yang benar? Dan yang ketiga: mumpung atau sekarang. Bingung saya jelas beralasan. Satu kata (secara) melahirkan beragam arti. Bunglonisasi Secara. Padahal, dari pelajaran Bahasa Indonesia yang saya dapat di sekolah, juga dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara berarti menurut atau dengan cara.
Beli Merk Bonus Wangi*



“MBAK, paling mahal merk apa? Yang botolnya seperti lampu aladin itu berapa? Yang iklannya ada perempuan terbang itu parfum apa ya?” tanya seorang mbak-mbak pada SPG di gerai parfum sebuah department store di bilangan Denpasar-Bali, Sabtu (27/10). Saya memperhatikan betapa sibuknya mbak-mbak tadi memilih parfum. Yang saya heran, pertanyaannya bak mitraliur, namun tak sekalipun ia bertanya apakah yang ditunjuknya itu eau de toilette, parfume, cologne, atau deodorant, apalagi mencoba tester wewangian tersebut. “Mungkin mbak itu kolektor botol parfum mahal,” demikian isi benak saya, sebab setahu saya, harga termurah jejeran parfum di sana tiga ratus ribuan. Dan bagi saya itu mahal. Kebetulan saat itu saya mengantar ibu membeli mascara di gerai kosmetik, tepat di samping gerai parfum, maka semua terdengar. Dari situ terbit letupan di benak saya. Sebuah pertanyaan.