Rabu, 08 Agustus 2012


Penggalan Spiritualisme di Bawah Kabut Bagus Jati 


Desa Sebatu menyambut saya dengan kabutnya. 10.30 pagi. Tujuan saya Bagus Jati. Konon, sensualitas hutan tropis berpadu dengan kemurnian spiritualitas, harmonis bersama keramahan para karyawannya. Seperti apa?

DESA eksotis ini berada di Kecamatan Tegalalang, Kabupaten Gianyar, gudangnya seni, rumah besarnya para seniman. Sebatu yang melahirkan Bagus Jati Health & Wellbeing Retreat, memang punya keanggunan tersendiri.


Perlahan saya memasuki pelataran parkirnya. Dari jendela mobil yang terbuka, semilir bayu menerpa lembut wajah saya. Saya turun dari mobil, berjalan masuk ke tempat yang belum pernah saya datangi. Belum belasan langkah, saya sudah disambut seorang laki-laki dan perempuan. Mereka menyapa dengan hangat. Seorang karyawan berbisik, “Itu Pak Bagus dan ibu, Anda sudah ditunggu sejak tadi.”   

Bagus Sudibya adalah satu dari sederetan nama yang masuk dalam kategori pengusaha Bali sukses. Putra kelahiran Karangasem, 22 Agustus 1952 ini tergolong kawakan di bisnis pariwisata. Hotel, villa dan spa, biro perjalanan, agrowisata, sampai kapal pesiar, dibangun di bawah payung Bagus Discovery. Gurita bisnisnya bahkan sampai ke Papua. The Baliem Valley Resort adalah hotel mewah miliknya di Baliem.

Di pesisir utara, hotel miliknya adalah Puri Bagus Villa Resort Lovina, Buleleng, dan Puri Bagus Villa Resort Manggis. Bagus Sudibya juga pemilik perusahaan biro perjalanan bernama Nusa Dua Bali Tours & Travel, yang beroperasi sejak tahun 1985. Bisnis agrowisata juga dirambahnya. Bagus Agro Pelaga di Desa Pelaga, Kabupaten Badung, berkembang pesat di lahan 20 hektare miliknya. Dan ia bersama istrinya yang cantik telah menunggu saya.

Saya diajak duduk di sebuah gazebo, 10 menit kemudian pure orange juice ada di hadapan saya. Sambil meneguknya, Bagus Sudibya menceritakan ikhwal tempat ini.  

Bali makin banyak dikunjungi wisatawan, namun peran orang Bali tak berjalan sejajar. Begitu pendapat Bagus Sudibya. “Investasi besar, misalnya hotel yang punya 50 kamar ke atas, bukanlah milik orang lokal,” bukanya. Padahal di lain sisi, konsistensi pemerintah luar biasa dalam mempertahankan pariwisata Bali sebagai pariwisata budaya. Bagus mencontohkah Nara dan Tokyo di Jepang yang mengusung cultural tourism. “Tidak terlalu keren mereka menyebutnya, tapi secara detail mereka merencanakan dan melaksanakanya,” kata suami Djaya Wardani ini. Untuk itu, implementasi konkret mestinya direalisasikan dengan pembangunan grand design pariwisata yang tepat dan berkelanjutan.

Pariwisata Bali tak lepas dari kultur pertanian. Pertanian Bali tak luput dari ke-Hindu--an masyarakatnya. Inilah awal Bagus mulai menggarap 5 hektar lahannya. Konsep budaya Bali untuk pariwisata yang dibangunnya tidaklah semata untuk meraup keuntungan pribadi. “Saya ingin mendengar petani kita bangga terhadap profesinya. Saya ingin mendengar mereka berdoa, ya Tuhan, saya ingin anak saya nanti menjadi petani seperti saya,” harapnya.    

Bagus mencatat, wisatawan membelanjakan Rp 10 triliun per tahun di Bali untuk food and beverage saja. “Kemana uang itu? Apakah petani kita turut menikmatinya?” tanyanya. Bagus berpendapat harus ada dukungan politik pemerintah bersama DPRD dalam merumuskan sebuah peraturan daerah khusus tentang pola pengelolaan berbagai bentuk perusahaan di Bali. Sehingga nantinya seluruh masyarakat dapat menikmati kue pariwisata tersebut.

30 tahun mencari bentuk dan model untuk lahan 5 hektar, Bagus mengaku inilah embrio yang akan terus dikembangkannya di Bagus Jati. Kebun organik Bagus Jati punya porsi besar dibandingkan fisik 20 villa, fitness center, kolam renang, restoran, plus paviliun untuk yoga dan meditasi. Durian, Jeruk Thailand, Jeruk Bali, terung, strawberry, daun mint, asparagus dan labu tumbuh subur pada tanah Bagus Jati.

Mempekerjakan 75 orang karyawan yang hampir 70% adalah warga setempat cukup membanggakan bagi alumnus Harnack Schule di Berlin, Jerman (1975-1976), The Oxford Academy of English di Inggris (1976-1977), dan Institute of Tourism and Hotel Management di Salzburg, Austria (1977-1980) ini. “Merubah mindset dan kebiasaan orang untuk giat bekerja dan disiplin bukanlah hal mudah. Dan 15 tahun saya mengupayakan itu,” kata ayah empat anak ini sambil mengajak saya berjalan-jalan di areal villa. Kami pun sempat melihat beberapa tamu yang mengikuti cooking class. Kelas memasak itu dilakukan setelah para tamu puas memetik hasil kebun Bagus Jati. Mereka memasak hasil petikannya sendiri.  

Usaha Bagus juga tersebar di Bali bagian selatan, timur, dan utara. Misalnya, Puri Bagus Villa Resort Candidasa berlokasi di Kabupaten Karangasem, bagian timur Bali. 

Arloji saya menunjukkan pukul 13.00 saat hujan mulai turun. Bagus dan sang istri mengajak kami ke restoran. Saatnya makan siang! Saya disuguhi salah satu menu andalan, yaitu bebek goreng. Hmmmm…daging bebeknya yang lembut saya nikmati bersama nasi beras merah. Lidah saya sungguh dimanjakan.

Usai santap siang, hujan reda. Kembali kami berjalan-jalan mengitari areal berketinggian 685 meter dari permukaan laut itu. Tampaknya, Jeruk Thailand yang mulai kekuningan tanda matang menunggu tangan jahil saya untuk memetiknya. Bagus pun mengijinkan saya. Dan…ternyata jeruk organik matang yang baru dipetik sangatlah segar. Sedikit rasa asam menyempurnakan manisnya yang dominan.

Kami terus mengitari lokasi. Tiba-tiba mata saya tercekat oleh pemandangan teduh. Sepasang suami istri muda asal Jepang dengan canang di hadapannya memejamkan mata dengan kedua tangan terangkat ke atas. Penyembahan. “Mereka tidak hanya belajar sembahyang ala Hindu. Dari mengumpulkan bahan, lalu membuat canang, mereka lakukan sendiri. Canang itu buatan mereka,” kata Bagus setengah berbisik. “Apa masyarakat kita masih melakukan hal itu?” Bagus berretorika. Bagus Jati rupanya menawarakan sepenggal spiritualisme yang paripurna.     

Sore merangkak turun. Kabut mulai berkumpul. Jujur, saya enggan meninggalkan tempat senirwana ini. Tapi tugas menanti saya. Untuk buah tangan, Bagus menyuruh seorang karyawannya memetik dua buah durian. Mereka saya bawa pulang.

Bagus Jati. Tempat yang akan saya kunjungi lagi. Pasti…