Ara-ku
Ara...
Ada banyak cara menyampaikan sesuatu. Pesan pendek, telefon,
bicara lugas dengan bersitatap mata, berbisik, pun diam. Nyaris seluruhnya
pernah aku lakukan.
Ara…
Surat bagiku serupa bongkahan relung yang ruah. Yang
didalamnya berisi rasa, asa, semesta. Langgam klasik yang (masih) jadi pilihan terbaik
bagi manusia yang lebih ekspresif menumpahkan segala melalui tulisan; aku.
Anggap ini sebagai paraphrase dari lakuku sebelumnya.
Ara…
Awal sua kita, aku menerka kamu mengalami semacam anabiose
-gejala mati suri pada benih yang bisa hidup lagi jika kena air-, aku menangkap
raut haus, yang entah kenapa itu begitu kamu perlihatkan padaku. Saat itu, meski
temaram, aku berupaya menemukanmu melalui anamnesis. Entah kamu sadari itu atau
tidak. Upayaku berjalan lancar. Aku dan kamu menikmati itu. Beberapa waktu
berselang, benakku mulai lincah bekerja. Sebuah tanya terbit, serupa retorika, bahwa
apakah benar kamu tengah ‘memberdayakan’ku? Dari mulai mengirim pesan pendek, telefon
di hampir setiap malam, sampai meminta pertemuan. Aku pikir saat itu aku hanya
sedatif, yang hanya dibutuhkan jika kekalutan menyerangmu. Tapi kubiarkan itu terus
terjadi. Tak lama, muncul keyakinan yang entah dari mana, bahwa aku (tiba-tiba)
dengan mudah melakukan apa yang pernah kamu lakukan. Bercerita, bercerita,
bercerita. Meski sepenggal-sepenggal, meski sempat menyisakan tanya, hingga
belakangan baru benderang kamu deskripsikan.
Ara…
Ternyata, ajaib tak punya tepi, ia maha tak terduga. Kita dilahirkan di tengah-tengah labirin
dengan seribu kelokan yang dibuat dengan satu tujuan, yaitu menyesatkan kita. Ya,
aku (dulu) merasa tersesat, sebab aku bertemu dengan laki-laki berotak sexy yang
munculnya serba telat, serba terikat, dengan perempuan yang memberinya anak. Dan
aku tidak berdaya mencegahnya menjadi lebih tenggelam...
Dunia ini misteri,
bagiku, bagi kamu. Konklusi inilah yang makin melekatkan kita ya, Ara... Pribadi
bukanlah sesuatu yang sepenuhnya dapat dikonseptualisasikan. Yang terpenting
ialah menerima proses pencarian yang tak mudah selesai. Kodrat manusia tak bisa
dirumuskan. Ketika kita merasa berhasil merumuskannya, jangan-jangan kita
melenyapkan kemungkinan orang untuk berbeda. Dan aku, juga kamu, tak pernah
ingin begitu. Inilah dasarku menerima eksistensimu.
Ara…
Orang muda lebih
cocok mencipta ketimbang mengambil keputusan, lebih cocok bertindak ketimbang
beri pertimbangan, lebih cocok menggarap proyek baru ketimbang terlibat bisnis
yang sudah mapan. Orang berumur terlalu sering menolak, berunding terlalu lama,
berbuat terlalu sedikit. Tentu baik jika bisa menggabungkan keduanya, karena
nilai yang terkandung pada masing-masing usia dapat melempangkan kekurangan
yang melekat pada dua tubuh tersebut; kita, aku dan kamu. Dan ini yang sedang
kita lakoni. Fusi.
Ara…
Dari ratusan cerita, tentangku, tentang kamu, yang dimulai sejak
awal, merupakan investasi bagi apa yang kita sebut cinta, sebuah bagasi
emosional yang didalamnya menawarkan pemulihan, bagimu, juga aku. Kedekatan
kita yang intens mengaburkan materi pikiranku sebelumnya, apakah ini salah satu
upaya ‘memberdayakan’ku, atau murni sebuah libido yang tidak bisa kamu bendung.
Kita sepakat pada satu hal, bahwa bagi laki-laki dan
perempuan, perhitungan awal tentang asmara berlangsung di bawah sadar, dan
mereka sangat berbeda. Seperti Louann Brizendine bilang, Laki-laki adalah si pengejar,
perempuan si pemilih. Ini bukan stereotip seks. Ini warisan leluhur yang
belajar sepanjang jutaan tahun bagaimana menyebar gen-gen mereka. Darwin mencatat,
pejantan semua spesies diciptakan untuk mencumbu betina, dan betina memilih
para peminangnya. Inilah arsitektur cinta dalam otak yang dirancang oleh
pemenang-pemenang reproduksi selama evolusi. Bahkan bentuk, wajah, bau, dan
usia pasangan yang kita pilih dipengaruhi oleh pola-pola yang terbentuk sekian millennium
lalu. Sebenarnya, kita jauh lebih mudah ditebak daripada yang kita kira.
Sepanjang evolusi kita sebagai suatu spesies, otak kita sudah belajar cara
memilih pasangan. Pelajaran yang didapat dari laki-laki dan perempuan terdahulu
itu tersimpan sandinya dalam otak modern kita sebagai sirkuit-sirkuit cinta
neurologis. Sirkuit ini sudah ada sejak kita lahir dan aktif saat pubertas oleh
kompilasi varian senyawa kimia saraf kerjanya supercepat. Sistem yang sangat
elegan. Otak menaksir pasangan yang potensial, dan jika sesuai daftar harapan
leluhur, kita merasakan sengatan senyawa kimia yang memusingkan akibat serbuan
rasa tertarik seakurat laser. Sebutlah itu cinta atau asmara . Itulah langkah awal dalam jalan purba
untuk membentuk sebuah ikatan. Masing-masing akan menghadapi kegelisahan,
khawatir, gembira, yang menumpulkan pikiran, dan tak bisa dikendalikan. Fenomena
biologis itu sedang membangun masa depan mereka. Rasanya kita sudah melompati
bagian ini dengan lembut.
Kondisi otak yang paling tidak rasional dan tak terbayangkan
ada pada saat kita jatuh cinta. Otak jadi tak logis. Jatuh cinta menggebu
menjadikan keadaan otak terdokumentasi, sirkuitnya berbagi dengan kondisi
mania, obsesi, mabuk, lapar, haus. Amygdala -sistem siaga, rasa, takut di otak,
serta anterior cingulated cortex- sistem kekhawatiran dan berpikir kritis di
otak, benar-benar dinonaktifkan ketika sirkuit cinta bekerja penuh. Dulu duniaku
penuh logika, tapi sejak ada kamu, logikaku sering minta cuti…
Ara…
Tulisan ini adalah proyek ekstaseku terhadapmu. Aku yang
dulu rigid, perlahan mencair, ekspresif, kompromis. Mungkin tulisan ini tak
begitu berarti untukmu, tapi copy file ini jika kelak terbaca oleh anak(-anak)ku,
akan menjelma jadi saga riwayat orang tuanya. Tulisan yang sumir namun massif,
setidaknya menurutku. Jika terlihat banyak lubang, toh mereka akan dapatkan
sisanya dari si penabur benih, hahaha…
Sengaja kubuat seperti fragmen. Ekspektasiku melambung? Ini malah
bisa dibilang cita-cita. Aku ingin mereka tahu bahwa ayah mereka punya pesona yang
kelewat memikat ibunya. Pesona yang tidak pernah ditemukan pada laki-laki di
jamannya. Pernah liat film Message in the Bottle, Kevin Costner? Tentang
seorang tukang pembuat perahu yang terus menerus mengirimkan surat cinta kepada
istrinya yang sudah meninggal, dan melarung surat-suratnya di dalam botol, ke
laut, ke larut. Dia tahu, sangat tahu, istrinya tidak mungkin membalas
surat-surat itu. Dia juga tahu, orang lain tidak pernah mau tahu tentang
kondisi hatinya yang remuk redam. Cuma ayahnya yang tahu, dan tentu saja
prihatin dengan kondisi putranya itu. Tapi dia terus bersurat, melarung botol
dan melarung botol. Sampai suatu ketika seorang jurnalis perempuan menemukan
keunikan ini, melakukan investigasi ke kota
kecil dimana si Kevin tinggal. Dan akhirnya sangat tertebak, mereka jatuh
cinta. Cinta datang saat Kevin tidak mengharap apapun dari surat-suratnya. Semuanya
tak terlalu penting. Esensinya, kita (terlebih aku), sudah mencoba mempercayai
cinta. Itu saja.
Ara…
Pada awalnya, aku sangka beban eksternal membuatmu layak
untuk berlaku sedemikian hingga kondisimu seperti saat ini, dengan asumsi,
semua ceritamu adalah benar. Aku menoleransi itu, karena kusadari, bebanmu atas
hubungan terlarang kita (terlarang? Kamu menceritakannya demikian) jauh lebih
berat dari aku. Sempat aku berpikir, aku menjadi perempuan yang telah retak,
justru setelah ia menemukan dimana cintanya. Sengit kucari eksplanasi atas hal
ini, hingga aku merasa lelah oleh penasaran, menyerah, lalu membiarkan
seluruhnya melebur bersama waktu, mengalun natural. Dan tanpa syarat aku tetap
mencintaimu. Demikianlah, di sana ada sebuah dunia yang menunggu. Kita tidak
pernah tahu bagaimana jalan menuju ke sana, yang kita tahu dan yakini adalah pertemuan
itu ada di sana.
Pernah kukatakan padamu, saat aku membaca kata akhirat,
surga, neraka, -term yang banyak dinalari oleh manusia kebanyakan sebagai
terminologi non duniawi-, aku justru melihatnya sebagai sesuatu yang murni
duniawi. Profane. Kini dan di sini. Akhirat kupahami sebagai akhir dari suatu
proses di dunia ini. Surga adalah situasi serba tenteram, serba beryakin bahwa
akan ada akhir proses yang pasti lebih baik. Dan neraka adalah situasi serba
berkesempitan, penuh kemurungan. Pesakitan, dewana dan rinduku yang mendendam
padamu, itulah neraka dan surgaku. Untuk menuju itu, kita berkendara cinta.
Terima kasih sudah mengenalkan perasaan itu padaku …
Yang tidak mematikanku, akan menguatkanku. Demikian suatu
ketika pernah kubaca dalam sebuah cerita. Pengarangnya mengaku ia sedang
mengutip kata-kata Hatta, manusia paling revolusioner dalam sejarah revolusi
Indonesia. Hatta, perpaduan antara kesederhanaan, kecerdasan dan keteguhan
hati. Hatta bukanlah Soekarno, sosok yang disalahpahami sebagai Bapak Revolusi Indonesia .
Buatku Bapak Revolusi Indonesia adalah Hatta. Dia adalah raksasa, dan yang lain
hanya liliput. Hatta, jalan hidupnya adalah kesakitan dan keteguhan untuk terus
menahan kesakitan itu. Inikah juga sejatinya tujuanku ada? Mari menyerah pada
waktu.
Ara…
Ingatlah ini! Sebuah perulangan: tidak akan ada perempuan
lain yang mencintaimu seperti aku mencintaimu. Aku cukup banyak mengenal laki-laki,
karakternya, psikisnya, jumawanya, benaknya. Selama itu, belum ada yang
memagnetku. Maka, ijinkanlah aku berenang, menyelam di palung terdalammu, untuk
tidak sekedar mengenal, tapi meleleh bersama. Semoga waktu masih intim dengan
kita.
Ara…
Dari semua harap, kamu yang teranggun.
20 September 2009
Dini hari,
dengan tremor tak terbendung
L