Sabtu, 11 Agustus 2012


Ara-ku


Ara...
Ada banyak cara menyampaikan sesuatu. Pesan pendek, telefon, bicara lugas dengan bersitatap mata, berbisik, pun diam. Nyaris seluruhnya pernah aku lakukan.

Ara…
Surat bagiku serupa bongkahan relung yang ruah. Yang didalamnya berisi rasa, asa, semesta. Langgam klasik yang (masih) jadi pilihan terbaik bagi manusia yang lebih ekspresif menumpahkan segala melalui tulisan; aku. Anggap ini sebagai paraphrase dari lakuku sebelumnya.  

Ara…
Awal sua kita, aku menerka kamu mengalami semacam anabiose -gejala mati suri pada benih yang bisa hidup lagi jika kena air-, aku menangkap raut haus, yang entah kenapa itu begitu kamu perlihatkan padaku. Saat itu, meski temaram, aku berupaya menemukanmu melalui anamnesis. Entah kamu sadari itu atau tidak. Upayaku berjalan lancar. Aku dan kamu menikmati itu. Beberapa waktu berselang, benakku mulai lincah bekerja. Sebuah tanya terbit, serupa retorika, bahwa apakah benar kamu tengah ‘memberdayakan’ku? Dari mulai mengirim pesan pendek, telefon di hampir setiap malam, sampai meminta pertemuan. Aku pikir saat itu aku hanya sedatif, yang hanya dibutuhkan jika kekalutan menyerangmu. Tapi kubiarkan itu terus terjadi. Tak lama, muncul keyakinan yang entah dari mana, bahwa aku (tiba-tiba) dengan mudah melakukan apa yang pernah kamu lakukan. Bercerita, bercerita, bercerita. Meski sepenggal-sepenggal, meski sempat menyisakan tanya, hingga belakangan baru benderang kamu deskripsikan.

Ara…
Ternyata, ajaib tak punya tepi, ia maha tak terduga. Kita dilahirkan di tengah-tengah labirin dengan seribu kelokan yang dibuat dengan satu tujuan, yaitu menyesatkan kita. Ya, aku (dulu) merasa tersesat, sebab aku bertemu dengan laki-laki berotak sexy yang munculnya serba telat, serba terikat, dengan perempuan yang memberinya anak. Dan aku tidak berdaya mencegahnya menjadi lebih tenggelam...

Dunia ini misteri, bagiku, bagi kamu. Konklusi inilah yang makin melekatkan kita ya, Ara... Pribadi bukanlah sesuatu yang sepenuhnya dapat dikonseptualisasikan. Yang terpenting ialah menerima proses pencarian yang tak mudah selesai. Kodrat manusia tak bisa dirumuskan. Ketika kita merasa berhasil merumuskannya, jangan-jangan kita melenyapkan kemungkinan orang untuk berbeda. Dan aku, juga kamu, tak pernah ingin begitu. Inilah dasarku menerima eksistensimu.

Ara…
Orang muda lebih cocok mencipta ketimbang mengambil keputusan, lebih cocok bertindak ketimbang beri pertimbangan, lebih cocok menggarap proyek baru ketimbang terlibat bisnis yang sudah mapan. Orang berumur terlalu sering menolak, berunding terlalu lama, berbuat terlalu sedikit. Tentu baik jika bisa menggabungkan keduanya, karena nilai yang terkandung pada masing-masing usia dapat melempangkan kekurangan yang melekat pada dua tubuh tersebut; kita, aku dan kamu. Dan ini yang sedang kita lakoni. Fusi.

Ara…
Dari ratusan cerita, tentangku, tentang kamu, yang dimulai sejak awal, merupakan investasi bagi apa yang kita sebut cinta, sebuah bagasi emosional yang didalamnya menawarkan pemulihan, bagimu, juga aku. Kedekatan kita yang intens mengaburkan materi pikiranku sebelumnya, apakah ini salah satu upaya ‘memberdayakan’ku, atau murni sebuah libido yang tidak bisa kamu bendung.

Kita sepakat pada satu hal, bahwa bagi laki-laki dan perempuan, perhitungan awal tentang asmara berlangsung di bawah sadar, dan mereka sangat berbeda. Seperti Louann Brizendine  bilang, Laki-laki adalah si pengejar, perempuan si pemilih. Ini bukan stereotip seks. Ini warisan leluhur yang belajar sepanjang jutaan tahun bagaimana menyebar gen-gen mereka. Darwin mencatat, pejantan semua spesies diciptakan untuk mencumbu betina, dan betina memilih para peminangnya. Inilah arsitektur cinta dalam otak yang dirancang oleh pemenang-pemenang reproduksi selama evolusi. Bahkan bentuk, wajah, bau, dan usia pasangan yang kita pilih dipengaruhi oleh pola-pola yang terbentuk sekian millennium lalu. Sebenarnya, kita jauh lebih mudah ditebak daripada yang kita kira. Sepanjang evolusi kita sebagai suatu spesies, otak kita sudah belajar cara memilih pasangan. Pelajaran yang didapat dari laki-laki dan perempuan terdahulu itu tersimpan sandinya dalam otak modern kita sebagai sirkuit-sirkuit cinta neurologis. Sirkuit ini sudah ada sejak kita lahir dan aktif saat pubertas oleh kompilasi varian senyawa kimia saraf kerjanya supercepat. Sistem yang sangat elegan. Otak menaksir pasangan yang potensial, dan jika sesuai daftar harapan leluhur, kita merasakan sengatan senyawa kimia yang memusingkan akibat serbuan rasa tertarik seakurat laser. Sebutlah itu cinta atau asmara. Itulah langkah awal dalam jalan purba untuk membentuk sebuah ikatan. Masing-masing akan menghadapi kegelisahan, khawatir, gembira, yang menumpulkan pikiran, dan tak bisa dikendalikan. Fenomena biologis itu sedang membangun masa depan mereka. Rasanya kita sudah melompati bagian ini dengan lembut.

Kondisi otak yang paling tidak rasional dan tak terbayangkan ada pada saat kita jatuh cinta. Otak jadi tak logis. Jatuh cinta menggebu menjadikan keadaan otak terdokumentasi, sirkuitnya berbagi dengan kondisi mania, obsesi, mabuk, lapar, haus. Amygdala -sistem siaga, rasa, takut di otak, serta anterior cingulated cortex- sistem kekhawatiran dan berpikir kritis di otak, benar-benar dinonaktifkan ketika sirkuit cinta bekerja penuh. Dulu duniaku penuh logika, tapi sejak ada kamu, logikaku sering minta cuti…

Ara…
Tulisan ini adalah proyek ekstaseku terhadapmu. Aku yang dulu rigid, perlahan mencair, ekspresif, kompromis. Mungkin tulisan ini tak begitu berarti untukmu, tapi copy file ini jika kelak terbaca oleh anak(-anak)ku, akan menjelma jadi saga riwayat orang tuanya. Tulisan yang sumir namun massif, setidaknya menurutku. Jika terlihat banyak lubang, toh mereka akan dapatkan sisanya dari si penabur benih, hahaha…

Sengaja kubuat seperti fragmen. Ekspektasiku melambung? Ini malah bisa dibilang cita-cita. Aku ingin mereka tahu bahwa ayah mereka punya pesona yang kelewat memikat ibunya. Pesona yang tidak pernah ditemukan pada laki-laki di jamannya. Pernah liat film Message in the Bottle, Kevin Costner? Tentang seorang tukang pembuat perahu yang terus menerus mengirimkan surat cinta kepada istrinya yang sudah meninggal, dan melarung surat-suratnya di dalam botol, ke laut, ke larut. Dia tahu, sangat tahu, istrinya tidak mungkin membalas surat-surat itu. Dia juga tahu, orang lain tidak pernah mau tahu tentang kondisi hatinya yang remuk redam. Cuma ayahnya yang tahu, dan tentu saja prihatin dengan kondisi putranya itu. Tapi dia terus bersurat, melarung botol dan melarung botol. Sampai suatu ketika seorang jurnalis perempuan menemukan keunikan ini, melakukan investigasi ke kota kecil dimana si Kevin tinggal. Dan akhirnya sangat tertebak, mereka jatuh cinta. Cinta datang saat Kevin tidak mengharap apapun dari surat-suratnya. Semuanya tak terlalu penting. Esensinya, kita (terlebih aku), sudah mencoba mempercayai cinta. Itu saja.

Ara…
Pada awalnya, aku sangka beban eksternal membuatmu layak untuk berlaku sedemikian hingga kondisimu seperti saat ini, dengan asumsi, semua ceritamu adalah benar. Aku menoleransi itu, karena kusadari, bebanmu atas hubungan terlarang kita (terlarang? Kamu menceritakannya demikian) jauh lebih berat dari aku. Sempat aku berpikir, aku menjadi perempuan yang telah retak, justru setelah ia menemukan dimana cintanya. Sengit kucari eksplanasi atas hal ini, hingga aku merasa lelah oleh penasaran, menyerah, lalu membiarkan seluruhnya melebur bersama waktu, mengalun natural. Dan tanpa syarat aku tetap mencintaimu. Demikianlah, di sana ada sebuah dunia yang menunggu. Kita tidak pernah tahu bagaimana jalan menuju ke sana, yang kita tahu dan yakini adalah pertemuan itu ada di sana.

Pernah kukatakan padamu, saat aku membaca kata akhirat, surga, neraka, -term yang banyak dinalari oleh manusia kebanyakan sebagai terminologi non duniawi-, aku justru melihatnya sebagai sesuatu yang murni duniawi. Profane. Kini dan di sini. Akhirat kupahami sebagai akhir dari suatu proses di dunia ini. Surga adalah situasi serba tenteram, serba beryakin bahwa akan ada akhir proses yang pasti lebih baik. Dan neraka adalah situasi serba berkesempitan, penuh kemurungan. Pesakitan, dewana dan rinduku yang mendendam padamu, itulah neraka dan surgaku. Untuk menuju itu, kita berkendara cinta. Terima kasih sudah mengenalkan perasaan itu padaku …

Yang tidak mematikanku, akan menguatkanku. Demikian suatu ketika pernah kubaca dalam sebuah cerita. Pengarangnya mengaku ia sedang mengutip kata-kata Hatta, manusia paling revolusioner dalam sejarah revolusi Indonesia. Hatta, perpaduan antara kesederhanaan, kecerdasan dan keteguhan hati. Hatta bukanlah Soekarno, sosok yang disalahpahami sebagai Bapak Revolusi Indonesia. Buatku Bapak Revolusi Indonesia adalah Hatta. Dia adalah raksasa, dan yang lain hanya liliput. Hatta, jalan hidupnya adalah kesakitan dan keteguhan untuk terus menahan kesakitan itu. Inikah juga sejatinya tujuanku ada? Mari menyerah pada waktu.

Ara…
Ingatlah ini! Sebuah perulangan: tidak akan ada perempuan lain yang mencintaimu seperti aku mencintaimu. Aku cukup banyak mengenal laki-laki, karakternya, psikisnya, jumawanya, benaknya. Selama itu, belum ada yang memagnetku. Maka, ijinkanlah aku berenang, menyelam di palung terdalammu, untuk tidak sekedar mengenal, tapi meleleh bersama. Semoga waktu masih intim dengan kita.

Ara…
Dari semua harap, kamu yang teranggun.





20 September 2009

Dini hari,
dengan tremor tak terbendung


L